Strategi Media Pers dan Wartawan Atasi Tantangan dan Manfaatkan Peluang di Era Digital
Buletindewata.id, Badung - Di era digital yang berkembang pesat ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dengan kemampuannya menyebarkan informasi secara cepat, media sosial menawarkan kemudahan yang luar biasa bagi masyarakat memperoleh informasi terkini. Namun, di balik kemudahan tersebut, terdapat tantangan besar berupa penyebaran berita palsu atau hoaks yang sering kali menyulitkan masyarakat dalam membedakan informasi yang sahih dan yang tidak.
Salah satu masalah utama yang timbul dari penggunaan media sosial adalah penyebaran informasi yang sering kali menjadi viral tanpa melalui proses verifikasi yang memadai. Kondisi ini membuat berita palsu atau hoaks mudah menyebar dan sulit dikendalikan.
Menyoroti hal ini, Direktur Lembaga Uji Kompetensi Wartawan (LUKW) Pikiran Rakyat, Refa Riana mengajak wartawan dan media pers untuk aktif menggunakan media sosial sebagai alat penyebaran berita yang akurat dan terpercaya. Dengan demikian, masyarakat dapat dibantu untuk membedakan informasi yang berasal dari media sosial dan media pers.
"Pers bisa menggunakan media sosial untuk penyebaran informasinya dan ini sangat berguna untuk menangkal hoaks. Media sosial salah safu kelemahannya tidak ada verifikasi,.dimana dalam media pers verifikasi adalah hal yang utama. Verifikasi dan konfirmasi terlebih dahulu terhadap sumber berita maupun terhadap informasi yang diterima," ujar Riana.
Refa Riana, juga menjelaskan terdapat perbedaan mendasar antara penggunaan media sosial dan media pers yang perlu diketahui oleh masyarakat. Produk media pers diatur oleh undang-undang pers, sementara media sosial diatur oleh undang-undang ITE. Perbedaan utama lainnya terletak pada kode etik jurnalistik, di mana wartawan media pers dalam menghasilkan berita berpedoman pada kode etik jurnalistik, sedangkan pengguna media sosial atau citizen journalist tidak memiliki kode etik yang sama dalam menyebarkan informasi.
"Ada perbedaan yang sangat pokok antara media sosial dengan media pers yang harus diperhatikan di masyarakat. Produk dari media pers itu diaturnya dalam undang - undang pers. Kami wartawan memiliki pedoman kode etik jurnalistik, sedangkan media sosial tidak ada," terang Refa.
Dijelaskan pula, Dewan Pers telah menerima banyak pengaduan terkait dengan media sosial setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat perlu diedukasi edukasi, karena masih sulit membedakan antara informasi yang diperoleh dari media sosial dan media pers.
"Sekarang ini setiap tahun, 500 lebih pengaduan pengaduan ke dewan pers, yang diadukan kebanyakan media sosial. Dan ini juga menjadi keprihatinan Dewan Pers karena masyarakat belum bisa membedakan antara informasi yang ada di media sosial dengan informasi yang ada di media pers," tandasnya.
Pemanfaatan teknologi juga memainkan peran penting dalam meningkatkan kredibilitas berita. Media pers dapat memanfaatkan berbagai alat digital untuk memastikan bahwa informasi yang mereka sebarkan telah diverifikasi dengan baik. Selain itu, kolaborasi antara media pers dan platform media sosial dalam memerangi penyebaran berita palsu dapat menjadi langkah yang efektif dalam menjaga kualitas informasi yang diterima oleh masyarakat.
"Jadi untuk menyebarkan informasi itu kami sarankan wartawan dan media pers memiliki media sosial untuk penyebaran informasi atau penyebaran berita - beritanya. Dalam penyebarannya juga ada kiat - kiat khusus yakni jangan mengcopy paste berita itu kemudian menyimpankannya di media sosial, tapi cukup berikan highlight, atau ringkasan singkat dari berita tersebut dan cantumkan tautan ke berita lengkapnya," tutup Riana.(blt)
Posting Komentar untuk "Strategi Media Pers dan Wartawan Atasi Tantangan dan Manfaatkan Peluang di Era Digital"