Semarak Budaya Bali dan Tantangan Pariwisata Digital di MUSDA PHRI Bali 2025
Buletindewata.id, Denpasar - Bali kembali menunjukkan pesonanya sebagai destinasi wisata budaya kelas dunia dalam pembukaan Musyawarah Daerah (MUSDA) XV Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) BPD Bali tahun 2025. Acara yang berlangsung meriah di Prime Plaza Hotel Sanur pada 3 Desember 2025 ini mengangkat tema besar: “Kolaborasi, Adaptasi, dan Inovasi untuk Pariwisata Bangkit.” Tema ini menjadi refleksi dari semangat Bali untuk bangkit pascapandemi dan menghadapi tantangan baru di era digitalisasi pariwisata.
Okokan: Warisan Budaya Tabanan yang Menggetarkan Jiwa
Salah satu momen paling berkesan dalam pembukaan MUSDA PHRI Bali 2025 adalah penampilan kesenian tradisional Okokan, alat musik khas dari Kabupaten Tabanan. Terbuat dari kayu dan menghasilkan suara dentuman ritmis yang menggema, Okokan memiliki kekuatan magis yang mampu membangkitkan semangat dan kekhidmatan dalam setiap pertunjukan.
Dalam pentas kali ini, puluhan seniman tampil memukau dengan balutan busana adat Bali yang anggun. Gerakan tari yang dinamis berpadu dengan irama Okokan yang menghentak, menciptakan suasana sakral namun penuh semangat. Penampilan ini bukan sekadar hiburan, melainkan simbol kuat dari kolaborasi antara pelaku pariwisata dan pelestari budaya lokal.
Kehadiran Okokan di forum strategis seperti MUSDA PHRI menjadi bukti nyata bahwa pelestarian budaya dapat berjalan seiring dengan pengembangan industri pariwisata. Ini adalah bentuk sinergi yang tidak hanya memperkuat identitas Bali, tetapi juga meningkatkan daya tarik wisata budaya di mata wisatawan domestik maupun mancanegara.
Ketimpangan Data Akomodasi: Ancaman Bagi Pendapatan Daerah
Di balik kemeriahan budaya, MUSDA PHRI Bali 2025 juga menjadi ajang penting untuk membahas tantangan serius yang dihadapi sektor pariwisata Bali. Salah satu isu utama yang mencuat adalah ketimpangan antara jumlah kunjungan wisatawan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diperoleh dari sektor pariwisata.
Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau yang akrab disapa Cok Ace, mengungkapkan bahwa dari sekitar 16.000 unit akomodasi wisata yang tersebar di seluruh Bali, hanya sekitar 370 unit yang terdaftar secara resmi sebagai anggota PHRI. Artinya, lebih dari 15.000 unit penginapan tidak terdata secara formal.
Kondisi ini menimbulkan berbagai persoalan, mulai dari kesulitan dalam menyusun kebijakan pariwisata yang akurat, hingga kerugian ekonomi yang signifikan. Data kunjungan wisatawan, tingkat hunian, dan kontribusi terhadap PAD menjadi tidak sinkron karena banyaknya unit usaha yang beroperasi di luar sistem resmi.
“Ketidakterdataan ini menyulitkan kami dalam menyusun strategi dan kebijakan yang tepat sasaran. Selain itu, pemerintah daerah juga dirugikan karena tidak mendapatkan kontribusi pajak dari akomodasi-akomodasi ilegal tersebut,” ujar Cok Ace dalam sambutannya.
Airbnb dan Akomodasi Digital: Antara Inovasi dan Regulasi
Fenomena pertumbuhan akomodasi berbasis digital seperti Airbnb juga menjadi sorotan utama dalam MUSDA kali ini. Gubernur Bali, Wayan Koster, secara tegas menyatakan keinginannya untuk menghentikan praktik akomodasi daring yang tidak memberikan kontribusi terhadap PAD Bali.
Menurut Gubernur Koster, keberadaan Airbnb dan sejenisnya memang memberikan alternatif bagi wisatawan, namun di sisi lain menimbulkan ketimpangan dalam kontribusi ekonomi. Banyak rumah dan vila pribadi yang disewakan kepada wisatawan asing dengan harga murah tanpa membayar pajak atau memiliki izin usaha yang sah.
“Lebih dari 2.000 unit hotel dan vila tidak berizin telah kami identifikasi. Tahun depan, kami akan melakukan penertiban secara menyeluruh untuk memastikan semua pelaku usaha pariwisata mematuhi aturan dan berkontribusi terhadap pembangunan daerah,” tegas Koster.
Langkah ini mendapat dukungan dari PHRI dan pelaku industri formal lainnya yang selama ini merasa dirugikan oleh praktik usaha ilegal. Penertiban ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem pariwisata yang lebih sehat, adil, dan berkelanjutan.
Kolaborasi dan Inovasi: Pilar Kebangkitan Pariwisata Bali
Tema besar MUSDA PHRI Bali 2025, yaitu “Kolaborasi, Adaptasi, dan Inovasi”, menjadi panggilan bagi seluruh pemangku kepentingan untuk bersatu dalam membangun kembali pariwisata Bali. Kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, komunitas budaya, dan masyarakat lokal menjadi kunci utama dalam menciptakan pariwisata yang inklusif dan berdaya saing.
Adaptasi terhadap perubahan tren wisata global juga menjadi keharusan. Wisatawan masa kini semakin mengutamakan pengalaman autentik, keberlanjutan lingkungan, dan nilai-nilai budaya lokal. Oleh karena itu, pengembangan destinasi wisata berbasis komunitas, ekowisata, dan digitalisasi layanan menjadi langkah strategis yang harus diambil.
Inovasi dalam pemasaran digital, sistem reservasi online yang transparan, serta pemanfaatan teknologi untuk manajemen destinasi akan menjadi pembeda utama dalam menarik wisatawan berkualitas. Bali harus mampu bersaing tidak hanya dalam keindahan alam, tetapi juga dalam kualitas layanan dan tata kelola pariwisata.(blt)




Posting Komentar untuk "Semarak Budaya Bali dan Tantangan Pariwisata Digital di MUSDA PHRI Bali 2025"