Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Fenomena "Wisman Siluman" Tantangan Regulasi dan Solusi Akomodasi Wisatawan Asing di Bali

 

Fenomena "Wisman Siluman" Tantangan Regulasi dan Solusi Akomodasi Wisatawan Asing di Bali

Buletindewata.id, Badung - Bali, sebagai salah satu destinasi wisata paling populer di dunia, selalu menjadi magnet bagi wisatawan asing dari berbagai negara. Dengan keindahan alamnya, budaya yang kaya, dan keramahan masyarakatnya, tak heran jika jumlah wisatawan yang datang terus meningkat setiap tahunnya. Namun, di tengah tingginya angka kunjungan, muncul fenomena yang mengundang tanda tanya “Wisman Siluman.” 

Istilah Wisman Siluman mengacu pada ketidakseimbangan antara jumlah wisatawan yang tercatat masuk ke Bali dengan tingkat hunian hotel yang relatif rendah. Berdasarkan data hingga akhir Maret 2025, jumlah wisatawan asing yang datang ke Bali, khususnya Badung, mencapai 1,9 juta orang, meningkat 10% dibandingkan tahun sebelumnya. Tetapi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa tingkat hunian hotel berbintang maupun non-bintang di kawasan wisata utama seperti Kuta dan Kuta Selatan berada di bawah 30%. 

Situasi ini memunculkan pertanyaan besar, Jika jumlah wisatawan meningkat, tetapi hotel tetap kosong, di mana mereka tinggal? Jawabannya ada pada berbagai bentuk akomodasi alternatif yang belum sepenuhnya terdata atau diregulasi dengan baik, seperti rumah kos, villa pribadi, town house ilegal, serta apartemen yang tidak memiliki izin resmi. 

Dilema Regulasi dan Akomodasi Wisatawan Asing

Menurut Ketua Fraksi Gerindra DPRD Badung, I Wayan Puspa Negara, permasalahan utama yang muncul dari fenomena ini adalah kurangnya regulasi terhadap jenis-jenis akomodasi wisatawan asing yang tidak terdaftar secara resmi. Di satu sisi, masyarakat lokal melihat peluang untuk mendapatkan manfaat ekonomi dengan menyewakan rumah kos atau rumah pribadi kepada wisatawan. Di sisi lain, maraknya penggunaan villa ilegal, town house, dan apartemen tanpa izin telah menimbulkan berbagai dampak negatif, termasuk berkurangnya pendapatan asli daerah (PAD) serta potensi pelanggaran hukum dalam sektor pariwisata.

Sejatinya, konsep wisatawan yang menginap di rumah penduduk bukanlah hal baru di Bali. Sejak tahun 1970-an dan 1980-an, hampir semua rumah penduduk di kawasan Seminyak, Legian, dan Kuta disulap menjadi akomodasi wisata karena tingginya permintaan dari wisatawan asing. Model ini kemudian berkembang menjadi berbagai jenis penginapan seperti guest house, pension, accommodation, inn, hostel, motel, dan lodge yang masih populer hingga saat ini.


Fenomena "Wisman Siluman" Tantangan Regulasi dan Solusi Akomodasi Wisatawan Asing di Bali


Usulan Kebijakan dan Solusi untuk Menata Akomodasi Wisatawan

Untuk menjawab tantangan ini, langkah-langkah konkret perlu diambil oleh pemerintah daerah. Salah satu yang telah dilakukan adalah inspeksi langsung (sidak) terhadap rumah kos oleh Bupati Badung. Sidak ini bertujuan untuk memastikan bahwa rumah kos yang digunakan sebagai tempat tinggal wisatawan asing dapat didata, dibina, dan diatur regulasinya.

Mendukung langkah ini, Puspa Negara menyarankan agar regulasi khusus untuk akomodasi wisata berbasis UMKM segera dibuat. Dengan regulasi yang jelas, masyarakat yang menyewakan rumah kos kepada wisatawan dapat menikmati manfaat ekonomi secara legal dan berkontribusi pada pertumbuhan pariwisata yang berkelanjutan.

"Kami mendukung upaya pendataan dan regulasi rumah kos untuk WNA, karena masyarakat harus mendapatkan bagian dari industri pariwisata. Wisatawan kelas backpacker akan lebih memilih akomodasi berbasis UMKM, sementara wisatawan kelas jetset dan middle up lebih banyak memilih villa atau apartemen, yang sayangnya banyak yang ilegal dan tidak berkontribusi pada PAD," ungkap Puspa Negara.


Fenomena "Wisman Siluman" Tantangan Regulasi dan Solusi Akomodasi Wisatawan Asing di Bali

Ketua Fraksi Gerindra DPRD Badung, Puspa Negara


Tertibkan Villa Ilegal dan Apartemen Bodong

Jika regulasi terhadap rumah kos bagi wisatawan bisa menjadi solusi bagi masyarakat lokal, maka perhatian utama pemerintah harus diarahkan pada penertiban villa ilegal, town house, dan apartemen tanpa izin. Banyak dari jenis akomodasi ini yang dimiliki dan dikelola oleh warga negara asing, tanpa izin resmi, sehingga pendapatan daerah melalui Pajak Hotel dan Restoran (PHR) tidak maksimal.

Untuk mengatasi masalah ini, pendataan yang komprehensif dan akurat diperlukan. Bappeda, sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam perencanaan daerah, diharapkan dapat bekerja sama dengan institusi pendidikan tinggi untuk melakukan penelitian mendalam terkait jumlah dan jenis akomodasi yang ada di Kabupaten Badung. Dengan data yang valid, tim terpadu dapat dibentuk guna mengawasi dan mengelola sektor akomodasi wisata secara lebih efektif.

Dengan strategi yang tepat, Bali diharapkan dapat mempertahankan posisinya sebagai destinasi wisata unggulan sekaligus memastikan bahwa industri pariwisatanya berkembang secara inklusif, menguntungkan masyarakat lokal, serta berkontribusi pada pembangunan daerah. (blt)

Posting Komentar untuk "Fenomena "Wisman Siluman" Tantangan Regulasi dan Solusi Akomodasi Wisatawan Asing di Bali"