Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penuhi Kebutuhan Industri Pariwisata, Petani Padi Organik di Kedisan Bali Hadapi Tantangan

Penuhi Kebutuhan Industri Pariwisata, Petani Padi Organik di Kedisan Bali Hadapi Tantangan


Buletindewata.id, Gianyar - Pertanian organik di Bali menjadi sorotan penting dalam upaya mendukung keberlanjutan sektor pariwisata. Di tengah keindahan alam dan pesona budaya Bali yang mendunia, para petani lokal berjuang menjaga keberlangsungan produksi padi organik demi menyuplai kebutuhan industri pariwisata, terutama hotel-hotel berbintang di kawasan Badung dan Nusa Dua.

Namun, jalan yang mereka tempuh tidaklah mudah. Petani menghadapi tantangan yang sangat nyata, mulai dari cuaca ekstrem, serangan hama tikus dan burung, hingga masalah konsistensi produksi. Kondisi ini semakin mempersulit upaya menjaga kualitas dan kuantitas pasokan beras organik secara konsisten.

Di Desa Kedisan, Gianyar.yang menjadi salah satu sentra pertanian organik di Bali, serangan hama menjadi ancaman utama. Tikus dan burung menyerang tanaman padi dalam skala besar, mengakibatkan penurunan hasil panen hingga 40% dalam beberapa musim.

“Waktu kemarin gangguan di sini paling besar dari hama tikus dan burung,” ungkap Made Semara Bawa, petani padi organik Kedisan.

“Kalau serangannya berat, panen bisa turun sampai 30-40 persen. Kami berusaha mengatasinya dengan pestisida nabati dari daun sirsak dan lengkuas, serta memelihara burung hantu untuk mengendalikan hama tikus,” imbuh I Putu Yoga Wibawa, ketua kelompok tani Petani Kedisan Mandiri.


Penuhi Kebutuhan Industri Pariwisata, Petani Padi Organik di Kedisan Bali Hadapi Tantangan


Strategi para petani cukup cerdas dan ramah lingkungan. Alih-alih menggunakan pestisida kimia, mereka memilih metode alami demi menjaga ekosistem sawah dan mendukung prinsip organik yang mereka perjuangkan.

Sektor pariwisata di Bali, terutama di Badung dan Nusa Dua, menyadari pentingnya menggunakan produk lokal, termasuk beras organik, demi mendukung keberlanjutan lingkungan dan perekonomian lokal.

“Kami mendorong produk lokal masuk ke industri pariwisata. Tantangannya ada pada kualitas, kuantitas, dan konsistensi. Tapi beberapa produk lokal sudah bisa diterima di kawasan Nusa Dua,” ujar Made Agus Dwiatmika, General Manager The Nusa Dua.


Penuhi Kebutuhan Industri Pariwisata, Petani Padi Organik di Kedisan Bali Hadapi Tantangan


Hotel-hotel berbintang kini mulai mempertimbangkan penggunaan beras organik lokal sebagai bagian dari komitmen mereka terhadap green hospitality. Ini membuka peluang besar bagi petani untuk memperluas pasar, meningkatkan pendapatan, dan menciptakan ketahanan ekonomi di sektor pertanian.

Saat ini, petani masih mengandalkan penjualan melalui komunitas pertanian organik dengan harga berkisar Rp 30.000 per kilogram. Dari lahan seluas 4 hektare, para petani mampu memproduksi sekitar 20 ton gabah, yang kemudian diolah menjadi sekitar 10 ton beras organik. Varietasnya pun menarik,.mulai dari beras merah, mentik susu, hingga varietas lokal lainnya yang disukai pasar hotel dan restoran kelas atas.


Penuhi Kebutuhan Industri Pariwisata, Petani Padi Organik di Kedisan Bali Hadapi Tantangan


Namun, tantangan utama tetap terletak pada jaringan distribusi yang belum optimal. Untuk bisa masuk ke pasar industri pariwisata secara luas, diperlukan sistem logistik, branding produk, dan edukasi konsumen mengenai keunggulan beras organik Bali.

Pertanian padi organik di Bali bukan hanya soal bertani tanpa bahan kimia. Ini adalah perjuangan menjaga alam, tradisi, dan martabat petani lokal. Melalui dukungan sektor pariwisata dan kebijakan yang tepat, masa depan petani organik sangat menjanjikan.(blt)

Posting Komentar untuk "Penuhi Kebutuhan Industri Pariwisata, Petani Padi Organik di Kedisan Bali Hadapi Tantangan"